Gara-gara Ulat
"Han,
hati-hati, ya. Sekarang sudah memasuki musim ulat, loh! Nanti, kalau kamu
digigit ulat, hiiiii!...”, kata Kak Furi kepada Hanah. “Memangnya ulat apa sih,
Kak?”, tanya Hanah. “Banyak! Tahun lalu, waktu musim ulat tiba, kakak juga
pernah digigit ulat! Kakak tuh pernah digigit ulat bulu, ulat biasa, ulat…-“,
perkataan Kak Furi di potong oleh Hanah. “Stop-stop-stop! Kakak tadi bilang,
ulat bulu?”. “Hahahaha! Hanah… Hanah… Kamu takut, ya? Hahahaha!”, tawa Kak
Furi. Hanah menutup mulutnya. ‘Oh my God’, batin Hanah. “OMG! Gitu ya! Hahaha”,
tawa Kak Furi semakin menjadi. Hanah
sebal dengan sikap Kakaknya itu.
“Haaaaan, awaaaaaas!”, teriak
teman-temannya ketika bersama-sama berangkat sekolah. “Apa siiiih?”, tanya
Hanah bingung menyikapi perilaku temannyaitu. “Di bahumu, hiiiiii”, kata
mereka. Hanah pun langsung menengok kearah bahunya. Secara spontan, Hanah juga
langsung teriak, “Aaaaaaah! Ulat Bulu!”. OMG! Teman-temannya pun juga langsung
berlari meninggalkannya. Untunglah, karena Kak Furi libur sekolah, dan
kebetulan sedang jalan-jalan, dan bertemu dengan Hanah. “OMG! Hanah! Nih, Kakak
ambil, yah!”, kata Kak Furi sambil mengambil ulat bulu itu menggunakan
ranting. “Makasih Kak! Aku buru-buru
nih!”, kataku, kemudian lari menuju sekolah. Gerbang sudah ditutup! Hanah pun
dihukum berdiri di depan kelas sampai pulang sekolah.
***
“Ini semua gara-gara ulat!”, Hanah pun
menangis di rumah, tepatnya di kamarnya. “Ada apa sih, cantik?”, tanya Kak Furi. Hanah pun
menjelaskan semuanya. “Ini bukan gara-gara ulat, ini cuma kebetulan, kok.
Senyum doooong!”, goda Kak Furi. Hananh pun tersenyum, kemudian tertawa
bersama. Akhirnya Hanah sadar, bahwa kejadian tadi hanya kebetulan saja.
0 komentar: