Mimpi (2)

           Mimpi yang menjadi kenyataan! Mereka semua berkata seperti yang persis seperti di mimpi! Tapi, agak beda tipis. Kan, Dana belum tahu di mimpi, nah, kalau di dunia nyata ini, Dana pura-pura nggak tahu! Hahaha… Setelah itu, “Na, kamu mau jurusan apa?”, tanya Mama. “Kedokteran!”, jawabku. Kami pun saling berpelukan dan tersenyum. “Makasih buat siapa saja yang udah men-suport aku, juga Mama”, batinku sambil tersenyum.
-TAMAT

Gara-gara Ulat

      "Han, hati-hati, ya. Sekarang sudah memasuki musim ulat, loh! Nanti, kalau kamu digigit ulat, hiiiii!...”, kata Kak Furi kepada Hanah. “Memangnya ulat apa sih, Kak?”, tanya Hanah. “Banyak! Tahun lalu, waktu musim ulat tiba, kakak juga pernah digigit ulat! Kakak tuh pernah digigit ulat bulu, ulat biasa, ulat…-“, perkataan Kak Furi di potong oleh Hanah. “Stop-stop-stop! Kakak tadi bilang, ulat bulu?”. “Hahahaha! Hanah… Hanah… Kamu takut, ya? Hahahaha!”, tawa Kak Furi. Hanah menutup mulutnya. ‘Oh my God’, batin Hanah. “OMG! Gitu ya! Hahaha”, tawa Kak Furi semakin menjadi.  Hanah sebal dengan sikap Kakaknya itu.
                                                ***
          “Haaaaan, awaaaaaas!”, teriak teman-temannya ketika bersama-sama berangkat sekolah. “Apa siiiih?”, tanya Hanah bingung menyikapi perilaku temannyaitu. “Di bahumu, hiiiiii”, kata mereka. Hanah pun langsung menengok kearah bahunya. Secara spontan, Hanah juga langsung teriak, “Aaaaaaah! Ulat Bulu!”. OMG! Teman-temannya pun juga langsung berlari meninggalkannya. Untunglah, karena Kak Furi libur sekolah, dan kebetulan sedang jalan-jalan, dan bertemu dengan Hanah. “OMG! Hanah! Nih, Kakak ambil, yah!”, kata Kak Furi sambil mengambil ulat bulu itu menggunakan ranting.  “Makasih Kak! Aku buru-buru nih!”, kataku, kemudian lari menuju sekolah. Gerbang sudah ditutup! Hanah pun dihukum berdiri di depan kelas sampai pulang sekolah.
                                      ***

          “Ini semua gara-gara ulat!”, Hanah pun menangis di rumah, tepatnya di kamarnya. “Ada apa  sih, cantik?”, tanya Kak Furi. Hanah pun menjelaskan semuanya. “Ini bukan gara-gara ulat, ini cuma kebetulan, kok. Senyum doooong!”, goda Kak Furi. Hananh pun tersenyum, kemudian tertawa bersama. Akhirnya Hanah sadar, bahwa kejadian tadi hanya kebetulan saja.

Mimpi (1)

    Dana bersedih karena ia diolok-olok temannya gara-gara nilai ulangannya kata Grafile jelek. Bu Guru hanya membagikan ulangan semua siswa kepada satu orang murid, yaitu Grafile, ketua kelas 12 SMA itu. Bu Guru menyuruh Grafile membagikannya pada tanggal 01 November 2015. Sekarang masih tanggal  31 Oktober. Tak ada yang tahu hasil ujian kelulusan masing-masing siswa, kecuali Grafile Tetapi, Bu Guru tidak memberikan hasil ulangan Grafile sendiri, karena ia tidak ingin Grafile memamerkannya kepada semua siswa dan siswi di kelas 12 SMA itu. Tak seorangpun boleh mengetahuinya. Grafile adalah laki-laki tukang pembuat onar di sekolah. Dana yakin, pasti Grafile berbohong. Tapi, mau tak mau, Dana tak bisa mengetahuinya.
                                                                        ***
            Malam harinya, Dana tertidur pulas bahkan sampai ia bermimpi. Taka da yang membangunkannya. Dana sampai berjalan sendiri ke ruang tamu akibat mimpinya. Dalam mimpinya, Dana berjalan ke ruang kelas 12 SMA. Setelah itu, ia mendapat perintah dari Bu Guru  untuk membersihkan kelas dalam waktu satu menit. Benar-benar aneh. Dalam waktu satu menit lebih satu detik, Dana disuruh pulang kembali. Tak ada siapa-siapa di sekolah, kecuali Dana dan Bu Guru. Setelah menginjakkan kaki untuk pulang, ia bertemu Amanda, temannya, di jalan. Amanda hanya mengucapkan satu kalimat, yaitu : “Selamat, Dana”. Dana benar-benar tidak tahu maksud dari ucapan Amanda. Dana tidak ulang tahun atau juara lomba, tapi kok mendapat ucapan selamat? Dana buru-buru pulang ke rumah. Sampai di depan rumah Fita, sahabat akrabnya, Dana menemui Fita sedang menyiram bunga dan melambai kepada Dana sambil berkata : “Selamat, ya, Dana”. Dana hanya bisa tersenyum membalas sapaan Fita. Padahal, dia masih bingung dengan semua ini. Tak hanya sapaan dari kedua temannya. Ketika Dana menginjakkan kaki di mulut pintu masuk rumahnya yang kaya, mriah, dan tingkat itu, Kakak dan Adik Dana kembali mengejutkannya. “Baaaaa!!”. Dana benar-benar kaget. Rambutnya yang diore, tertiup angin yang semilir denga sepoi-sepoi dari arat barat daya. “Hahahaha, Dana! Kamu kaget, ya?”, tawa Kak Ina, Kakak Dana, membuat Dana cemberut, meskipun hanya dibuat-buat atau pura-pura. “Ah, Kak Dana ini. Cemberutnya lucu banget?!”, goda Adik Dana kemudian. Dana kembali tertawa terbahak-bahak, yang disusul  oleh kedua saudara perempuan itu. Mereka membuat semua sesuasana di saat itu menjadi gelak tawa yang keras, sehingga membuat kegaduhan. Mama yang mendengar kegaduhan itu menghampiri mereka bertiga. “Ada apa, sih? Ramai banget. Ada yang lucu-lucu, ya? Mama ikut bergurau, dong…”, Mama ikut-ikutan memanasi suasana yang penuh dengan tawa pada saat itu. “Hahahahahaha, Mama! Dana hebat, ya!”, ujar Adik Dana, Karin. “Iya. Selamat, ya, Dana! Mama dan Kak Ina benar-benar bagga denganmu”, kata Mama yang membuat Dana kembali bingung. “Maksud Mama, Kak Ina, dan Karin itu bagaimana, siiih? Aku tuh bingung, tahu, nggak?”, tanya Dana dengan ekspresinya yang semakin bingung. “Bingung yang suuuuuuuper atau kepo aja?”, goda ketiganya dengan mimik wajah berniat menggoda Dana. Dana semakin serius (agak menahan amarah). “Ya udah, ya udah. Jangan nangis, dong, Dana…. Kakak, Mama, dan Karin itu bangga karena kamu telah berhasil menyelesaikan ujian kelulusan ini. Dan hasilnya, kamu juara satu, loh! Selamat banget, ya…. Sekali lagi, Kakak bener-bener banggaaaaaaaaaa sekali sama kamu! Ya kan, Ma, Dik!”, ucap Kak Ina dengan mata berkaca-kaca. “Ya, nih, Dana… Kamu pura-pura bingung, ya, tadi? Bukannya kamu sudah tahu, dari sekolah, kalau hasilnya peringkat pertama?”, tanya Mama membenarkan kebingungan Dana tadi. “Ya ampun, Mama! Orang aku aja baru tahu sekarang, kok! Wajar dong, kalau aku bingung seperti tadi!”, ujar Dana ketus. Dalam hatinya, ia menahan amarah. Telah segenap menit berlalu, berganti dengan suasana yang membingungkan bagi Dana. Ia benar-benar tak tahan lagi, harus bagaimana ia sekarang. Dalam hatinya, yang ada hanyalah rasa amarah yang berpadu dengan rasa senang. Baginya, ini adalah hari yang membingungkan. Supeeeeeeeeeeeeeeeeeeer membingungkan.
                                                                        ***
            Pagi hari telah menjelang. Dana terbangun dari mimpi dalam tidur nyenyaknya itu. Bangun pagi, rasanya kebingungannya mulai mereda setelah membasahi mukanya menggunakan air dingin yang segar. Apakah nanti teman-teman akan mengejeknya lagi? Dalam hati, ia selalu berkata, “HANYA TUHAN YANG TAHU HASILNYA”. Tetapi, Mama selalu mengingatkan Dana untuk tidak berkata seperti itu saat ujian. “Na, cepetaaaaaan! Udah jam segini!”, teriak Mama. “Okeee!”, jawab Dana, kemudian keluar dari kamar mandi, kemudian memakai seragam, lalu sarapan. “Ma! Dana berangkat sekolah dulu, ya!”, kata Dana. Mama tersenyum. Dana mencium tangan Mama, lalu pergi ke sekolah.
BERSAMBUNG…

                                                                        

Rita, Sahabat Sejatiku

         "Hai Mira! Kamu sedang apa?", tanya Rita kepdaku. "Hai Rita! Nih, aku sedang menggambar!", jawabku, sembari memamerkan gambarku itu. "Ya Ampuuuun, Mira! Iiiih! Gambar jelek gitu aja dipamerin! Aku pun juga bisa lebih bagus! Huuuh", ketus Rita, dengan sebal. "Ya Ampun! Memangnya, apa salahku???", batinku. "Pokoknya, aku akan laporin kamu ke Bu Guru!", marah Rita. 
                                                                     ***
            "Mira Reynaka Sari Angelica Austin, maju kamu!", panggil Bu Guru,ketika jam masuk telah tiba di kelas. "Iya Bu. Ada apa ya?", tanyaku, maju ke depan kelas menghadap Bu Guru. "Kenapa kamu pamer sebuah gambar, Mir?", tanya Bu Guru. "Maaf, apa maksud Ibu?", tanyaku bingung. "Tadi, Rita melapor pada Bu Guru, bahwa kau sudah memamerkan gambar yang kamu buat", jelasBu Guru. "Bu, Rita itu hanya salah paham", terangku. "Sudahlah, nanti, ketika ja istirahat, jelaskan seua pada Rita, ya?", ucap Bu Guru. Aku pun mengangguk dan kemudian kebali ke tempat duduk, kembali memperhatikan pelajaran yang sedang dibahas.
                                                                   ***
          "Ta, maaf ya... Tadi aku udah pamer ke kamu", aku punmeminta maaf pada Rita. "Seharusnya, aku yang minta maaf ke kamu Mir.. Maaf ya, udah kasar sama kamu", kata Rita. Kami pun sama-sama tersenyum, dan berpelukan.  
 !YOU IS MY BEST FRIEND FOREVER!

Sebuah Kenangan

 Aku hanya bisa merenung sedih mengingat ketika Mila melatihku belajar piano. Mila adalah teman sekelasku. Kami sudah bersahabat akrab sejak kelas 1.Tetapi sekarang, Mila sudah tidak bersamaku lagi. Kami sudah SMP, dan Mila masuk ke SMP yang berbeda denganku. Dan... Kini aku hanya terduduk sedih di bangku dalam kelas. "Betty, kamu kenapa nangis?", tanya Hellen, teman sebangkuku. Hellen adalah anak perempuan yang rumahnya berdekatan denganku. Dia teman sebangkuku. "Oh, aku tak apa", jawabku sambil buru-buru mengusap air mataku. "Oh ya, nanti datang ke rumahku ya. Habis pulang sekolah langsung mau?", ajak Hellen. "Mmmm, ngapain?", tanyaku. "Temani aku yuk, main piano baru. Biasanya, dulu aku main piano ditempat Tante Yanti, tante aku. Mau nggak?", jelas Hellen. "Oke, kayaknya aku juga sedikit inget lagu ciptaanku dengan temanku waktu dulu", akupun langsung antusias.

         "Halo Ma, aku boleh main ke rumah Hellen nggak?", aku pun izin Mama lewat telepon ketika waktu pulang telah tiba. "Ya, boleh", jawab Mama. "Yes, aku boleh, Hel. Ayo", seruku. Kami berdua naik sepeda Hellen. Hellen yang membonceng aku. Ciiit, sapailah kami di rumah Hellen. Aku segeralari mengikuti Hellen ke kamarnya. Wow! Sebuah piano telah tersedia di sana. Syukurlah, aku masih ingat not dan lirik lagu yang aku dan Mila ciptakan. Aku tulis notnya di buku, dan Hellen yang membunyikannya. Aku menyanyikan lagu itu. Lagu yang berjudul persahabatan abadi. Dan aku pun terhenyak ketika menyanyikan lagu bait terakhir : 'Tak kan kulupakan, bila kau pergi. Kita tetaplah sahabat!..... Dimanapun kau berada, kita ini sahabat.....'. Akhirnya, aku sadar, meskipun Mila di sana, tidak bersamaku lagi, kami tetap sahabat sejati.... 
an, aku masih menyimpan sebuah kenangan terindahku dengannya, ketika aku dan Mila belajar piano bersama-sama. Itu kan tetap kuingat di dalam memoriku ini...

Nama Terindah

      Aku malu dengan namaku. Oh ya, perkenalkan, namaku Ningrum Huda Nurbayan. Banyak teman-teman yang mengejekku karena nama terakhirku yang berbunyi 'Nurbayan'. Sebenarnya, akuingin seperti teman-temanku, yang bernama 'Claudia Angel', 'Karina Azahra', 'Angelina Hellen', dan lain-lain. Sebenarnya, aku ingin protes kepada Ibu, tetapi malu. Hampir setiap hari, aku diejek teman-temanku. Aku hampir saja menangis dengan itu semua.

     "Ningrum, namamu Nurbayan ya? Hahaha", ejek Dindy hari ini. "Eh, ada Nurbayan!", goda Gayatri. "Memangnya kenapa? Masalah buat lo?", kemarahan ku pun meledak."Eh, Ningrum si Nurbayan marah", Jeremy masih saja mengejekku. "Hahaha!", semuanya tertawa. Aku pun langsung berlari ke rumah dan menangis dengan keras di kamar. Ibu yang mendengar tangisanku itu pun menghampiriku. "Ada apa, sayang? Kok nangis sih si cantik?", tanya Ibu dengan lembut. "Bu, kenapa aku dinamakan Nurbayan?", jawabku sedih. "Cantik, kamu belum tahu arti nama kamu?", tanya Ibu. Aku menggeleng. Ibu pun menghela napas dan menjelaskan kepadaku."Nak, Ningrum artinya Perempuan. Huda artinya Petunjuk. Dan sementara, Nurbayan artinya Cahaya Penerang. Jadi, nama kamu yang berbunyi Ningrum Huda Nurbayan itu artinya Perempuan yang Menunjukkan Cahaya Penerang. Mengerti?", jelas Ibu. Aku pun akhirnya tersenyum dan berkata, "Iya Bu, aku mengerti. Besok aku akan jelaskan, arti nama aku kepada teman-teman". "Nah, mulai sekarang, kamu sudah tidak rendah diri kan?", tanya Ibu. Aku pun menggeleng sambil tersenyum, kemudian tertawa.

     Keesokan harinya, aku pun menjelaskan semuanya kepada teman-teman. Dan seluruh teman-teman pun meminta maaf padaku. Dengan senang hati, aku pun memaafkannya. Kan, kita semua ini, BEST FRIENDS FOREVER...